Peluncuran dan Bedah Buku Antologi Cerpen KMSI UGM "Menunggu Pagi"

Sampul buku Menunggu Pagi (Dok. KMSI UGM)

Rabu (16/10) pukul 11.00 di Auditorium Fakultas Ilmu Budaya, Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia dengan resmi meluncurkan antologi cerpen KMSI Menunggu Pagi dan dibedah langsung oleh Dr. Pujiharto, M.Hum (dosen Sastra Indonesia) dan Sulfiza Ariska (Penulis dan Pemenang Unggulan Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012) . Acara ini termasuk dalam satu rangkaian acara Bulan Bahasa 2013.

Sulfiza Ariska (Dok. KMSI UGM)

Bpk. Pujiharto (Dok. KMSI UGM)

Adapun antologi ini ditulis oleh sepuluh orang mahasiswa Sastra Indonesia dengan sepuluh judul. Judul dalam kumpulan cerpen ini adalah "Ilusi Sepi" (Achmad Muchtar), "Menunggu Pagi" (Ardila Chaka),  "Lucah" (Budi Wahyono), "Bangkai" (Indiana Malia), "Amanat Nogosari" (Maghfiroh), "Kolektor Asa" (Nafisah), "Pekik Kehidupan Sahabatku" (Novita D.P), "Ajari Aku Berlayar" (Patricia Elsa), "Lilin" (Setyani), dan "Maaf Tak Teucap" (Ucil). (http://kmsi.fib.ugm.ac.id/2013/10/peluncuran-dan-bedah-buku-antologi-cerpen-kmsi-menunggu-pagi/)

Peluncuran buku (Dok. KMSI UGM)

Di dalam buku antologi terbitan Javakarsa Media ini terdapat cerpen saya yang berjudul "Ilusi Sepi". Berikut adalah komentar dari Sulfiza Ariska mengenai cerpen saya:

Antologi cerpen Menunggu Pagi dibuka karya Achmad Muchtar yang bertajuk "Ilusi Sepi". Cerpen ini berkisah tentang ilmuwan muda yang kesepian dan antisosial. Sehingga, ia menciptakan teman dalam sepi berupa robot ciptaan. Pada cerpen ini, logika teks dan peralihan konflik antarparagraf yang belum tertata. Misalnya, dapat kita cermati pada bagian paragraf pertama.

[...] Telah lama aku menyantap sepi. Jujur saja, seakan-akan hanya ia yang menemani [...]
Teks pada kalimat pertama menghendaki ‘sepi’ berkorelasi dengan ‘menyantap’. Menjadi agak janggal, sesuatu yang disantap menjadi ‘teman’. Ketika kita melangkah pada paragraf kedua, terdapat ambivalensi dengan paragraf pertama.

[...] Lantai, dinding, jendela, pintu, atap—mereka diam [...] (paragraf pertama).
[...] Burung-burung berkicau racau. Berisik [...] (paragraf kedua).
Fragmen teks pada paragraf pertama menghendaki relevansi dengan ‘diam’, tapi pada fragmen paragraf kedua muncul ‘berisik’. Bila logika teks dan peralihan antarparagraf lebih tertata (sinergis), Ilusi Sepi bisa menjadi karya yang menggetarkan. Karena mampu menghadirkan gangguan psikologis manusia modern. Kemajuan teknologi dan intelektual yang diberhalakan modernitas tidak mengukuhkan kesadaran eksistensial atau menghadirkan kebahagiaan.

Secara keseluruhan, teks Ilusi Sepi merepresentasikan fenomena yang identik dengan pemicu lahirnya pendekatan humanistis yang dalam psikologi. Pendekatan ini lahir lahir di Amerika. Waktu itu, masyarakat kelas menengah mengalami kemakmuran material dan menderita kekosongan spiritual. Achmad Muchtar menegaskan penderitaan akibat kekosongan spiritual dengan dialog tokoh utama dengan Tuhan.

Saya kesepian, Tuhan. Tidakkah Engkau kasihan pada saya? saya hanya ingin mempunyai teman [...]
--Sulfiza Ariska dalam "Meretas Kajian Interdisipliner dalam Sastra Indonesia", pengantar bedah buku Menunggu Pagi, Antologi Cerpen Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada, 16 Oktober 2013.

Komentar

  1. Wuwuwu, rupanya kamu memposting acara ini ._.
    btw blogmu bukannya wordpress ya? :O

    BalasHapus
  2. Iya, Mbak. Aku ternyata juga punya blog di WordPress, Mbak.

    BalasHapus

Posting Komentar