Penghujung Semester 3: Sastra atau Linguistik?

TIDAK TERASA, saya sudah melewati masa-masa kuliah semester 1 dan 2 dan kini saya berada di penghujung semester 3 yang artinya sebentar lagi semester 5. Memangnya ada apa dengan semester 5? Di semester 5, mahasiswa Sastra Indonesia diwajibkan memilih matakuliah seminar--seminar sastra atau linguistik. Nah, kan gampang tinggal milih salah satu. Masalahnya, saya masih ragu tentang dua hal yang bertentangan itu. Kalau sastra, saya dibebaskan berbahasa, kalau linguistik, saya diatur oleh lembaga, konstitusi, bahkan buku--KBBI dan EYD--yang kesemuanya dibuat oleh orang Indonesia.

Kalau saya memilih sastra, saya belum banyak membaca dan mengerti tentang kehidupan dan manusia. Saya belum bisa menafsirkan karya sastra. Bahkan saya kurang bisa mengerti mana yang umum dan mana yang pribadi dan mana yang objektif dan mana yang subjektif. Memang di dalam sastra tidak ada yang benar dan salah mutlak, tetapi untuk menafsirkan sesuatu, saya masih berbeda dengan orang lain. Saya mikir ke sana, tetapi mungkin orang lain mikirnya ke sini--dan itu dianggap yang paling tepat sedangkan penafsiran saya mungkin terlalu aneh dan kurang masuk akal.

Kalau saya memilih linguistik, saya juga belum banyak membaca tentang ilmu linguistik itu seperti apa dan ilmu-ilmu yang menjabarkannya. Memang enak, sih, menjadi proofreader atau editor buku, tetapi mengapa ketika saya belajar, saya hanya terkungkung pada KBBI dan EYD yang semuanya itu dibuat oleh orang Indonesia. Entah mengapa ilmu hanya tergantung pada dua buku wajib itu.

Email dari Majalah Hai (Dok. Pribadi)

Dulu, saya pernah membuat sebuah nazar, jika ada setidaknya tiga buah cerpen saya yang dimuat di media massa, entah itu koran atau majalah sebelum 31 Desember 2013, saya memastikan untuk kuliah ambil sastra. Namun, nazar itu melemah karena pikiran saya yang tak karuan dan masih labil--padahal sudah tua. Apalagi empat dari beberapa cerpen saya sudah jelas-jelas ditolak Kompas (lihat penolakan pertama, kedua, ketiga, dan keempat). Namun, satu cerpen saya akan dimuat di Majalah Hai edisi akhir tahun 2013 ini. Entah apakah akan ada lagi yang dimuat sebelum tahun baru saya tidak tahu--kemungkinannya tidak akan ada lagi.

Email dari DKJ (Dok. Pribadi)

Tanggal 23 Desember kemarin, saya menerima sebuah email yang memberitahukan bahwa pengumuman Sayembara Kritik Sastra DKJ 2013 diundur hingga 17 Januari 2014. Ada sebuah nazar terlintas dalam benak saya, jika saya memenangkan sayembara itu--entah juara ke berapa walaupun ini teramat sangat benar-benar mustahil--otomatis saya akan fix memilih sastra, jika tidak, maka saya akan memikirkan lagi apakah saya akan memilih sastra atau linguistik.

Aduh, pilihan kok dipermainkan seperti main lempar dadu, Tar! (Achmad Muchtar)

Komentar

  1. Hahha membaca kegelisahanmu ini, sebenarnya sekilas tampak kamu lebih 'sreg' dengan sastra, nazar nazarmu hanya batu bata yang coba kamu susun untuk membangun keyakinan. Tapi sejatinya apapun pilihanmu, sebenarnya simple kok :) dengarkan isi hati nikmati proses saja :) belajar adalah proses. Perbedaan pandang saat penafiran sastra itu wajar, sebab seperti halnya seni, sastra juga sangat subyektif (kembali pada siapa yang melihat, mata apa yang digunakan :D),kalau linguistik itu memang pagar untuk merapikan ketatabahasaan (menurutku sih gitu) bukan membatasi tapi merapikan hlo ya :D meskipun kamu masuk linguistikpun kamu masih bebas menoreh pena :D haha masih ragu juga, istikharah aja :)

    BalasHapus
  2. Sebenarnya dari dalam diri saya, saya lebih tertarik pada bidang sastra, tetapi orang-orang bilang, "Sayang sekali ilmumu kalau kamu tidak mengambil linguistik." Sampai detik ini pun aku masih bimbang. Salat Istikharah adalah usulan yang bagus. Terima kasih sudah mengunjungi blog saya :)

    BalasHapus
  3. :") selamat menentukan pilihan :)

    silahkan main ke kerajaan saya :) di follow juga gag papa :D

    http://jejak-risa.blogspot.com/

    BalasHapus

Posting Komentar