Astronot Terbuang yang Bertahan Hidup di Mars


Ulasan Achmad Muchtar terhadap film The Martian (2015) karya Ridley Scott. Gambar hak cipta oleh 20th Century Fox.

Entah sampai kapan Hollywood akan terus memproduksi film adaptasi novel. Barangkali, mitos bahwa sineas Hollywood kehabisan ide itu merupakan sebuah kebenaran. Film The Martian (2015) diangkat dari sebuah novel berjudul sama. Kisahnya sebenarnya sederhana, yaitu bagaimana seorang ahli botani bertahan hidup di Mars demi menunggu bantuan datang. Uniknya, seseorang yang ditinggal di Mars--karena diduga mati saat terjadi badai besar di Mars--dapat bertahan hidup. Dengan persediaan kentang--yang bahkan ia tanam di Mars dan berhasil--ia makan sehari-hari. Ia berusaha untuk tetap hidup dan menyiarkan eksistensinya, berusaha mengirimkan sinyal ke Bumi, untuk mengabarkan ke orang NASA, bahwa ia masih hidup. Beberapa kejadian atau aktivitas terasa tidak masuk akal mengingat, Mark, orang yang bertahan hidup di Mars tersebut sendirian. Jika ia memang sendirian, berarti--selain sebagai ahli botani--Mark paham betul segala-apa yang ada di Habitat di Mars tersebut. Ia paham betul mesin-mesin, ilmu fisika, dan ilmu astronomi.

Film ini menarik. Beberapa adegan dibuat lucu atau mengagetkan, sehingga saya tidak mudah menebak alurnya. Penggambaran Mars dan kondisi luar angkasa, mengingatkan saya pada film 2001: A Space Odyssey (1968) karya Stanley Kubrick. Akan tetapi, kondisi luar angkasa yang digarap Ridley Scott, tidak seseram yang digambarkan Kubrick (saya sangat terkesan bagaimana film 2001: A Space Odyssey menggambarkan suasana luar angkasa sebegitu misteriusnya ditambah suara-suara yang berdenging menyeramkan yang membuat penggambaran tersebut terasa tak-terjamah atau ia berada di tempat yang tidak mungkin kita jangkau seumur hidup). Jika pemeran utama dalam film 2001: A Space Odyssey--menurut saya--adalah HAL, robot, maka di sini saya hanya mendapati peran seorang Mark yang berusaha bertahan hidup saja. Tidak ada konspirasi atau politik di dalamnya. Tidak ada konflik yang mendalam dan intens antaranggota kru. Pihak NASA juga hanya sebagai sebuah lembaga yang berusaha bertanggung jawab akan ‘kesalahannya’ karena berita tentang Mark yang ditinggalkan di Mars, diikuti oleh warga dunia. Jika NASA tidak mau dicap sebagai lembaga yang buruk, memang sepantasnya ia melakukan rencana penyelamatan astronotnya. Yang menarik adalah keterlibatan Tiongkok dalam hal misi penyelamatan tersebut. Hal tersebut menyadarkan bahwa, Amerika Serikat, meskipun negara superpower, masih membutuhkan negara lain.

Jika diperhatikan, akting Matt Damon lumayan memukau. Apa jadinya jika ia tidak merekam aktivitasnya, bisa jadi setiap adegannya menjadi bisu. (Keadaan luar angkasa sebagai adegan-adegan tanpa dialog mengingatkan saya pada awal-awal film WALL-E (2008), tentang robot pemungut sampah yang kesepian, tetapi adegan-adegan sengaja dibuat lucu). Performa Matt Damon lumayan, tetapi menurut saya masih di bawah aktingnya saat membintangi The Bourne Ultimatum (2007). Memang sangat sulit menemukan akting memukau aktor-aktor di peran nonwatak mereka. Hal tersebut sudah lumrah.

Sebagai film petualangan, film ini lumayan enak dinikmati. Layaknya film drama, film ini minim aksi atau ledakan, sehingga bagi penggemar film action populer, bakal kecewa karena minimnya aksi. Bagi penggemar film peualangan, bagaimana Mark bertahan hidup, dapat memberi wawasan tentang hal-hal yang baru, dan menyadarkan bahwa menjadi ahli itu penting. []

Komentar